Rabu, 18 September 2024

Koneksi Antar Materi Modul 2.2

Pembelajaran Sosial dan Emosional

        Pembelajaran sosial emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah yang memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Pembelajaran Sosial dan Emosional berupaya menciptakan lingkungan dan pengalaman belajar yang menumbuhkan  5 kompetensi sosial dan emosional yaitu kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Pembelajaran  5 kompetensi sosial emosional tersebut akan menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman agar seluruh individu di sekolah dapat meningkatakan kompetensi akademik dan kesejahteraan psikologis (well-being) secara optimal, meningkatkan kompetensi sosial dan emosional, terciptanya lingkungan belajar yang lebih positif, peningkatan sikap positif dan toleransi murid terhadap dirinya, orang lain dan lingkungan sekolah serta dapat serta dapat  menghasilkan murid-murid  yang berkarakter, disiplin, santun, jujur, peduli, responsif, proaktif, mendorong anak untuk memiliki rasa ingin tahu tentang ilmu pengetahuan, sosial, budaya, dan humaniora.  Semua ini selaras dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi dalam Standar Nasional Pendidikan.

        Setelah mempelajari pembelajaran sosial emosional perubahan pengetahuan, keterampilan, sikap sebagi pemimpin pembelajaran yang saya alami yaitu dengan PSE akan melatih dalam kompetensi kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggungjawab. Dengan keterampilan kesadaran diri maka membuat saya bisa memahami perasaan, emosi dan nilai-nilai diri sendiri yang berdampak positif dengan perilau diri dalam menghadapi berbagai situasi, dengan kemampuan manajemen diri membuat saya bisa mengelola emosi dan perilaku secara efektif dalam berbagai situasi, dengan kompetensi kesadaran sosial membuat saya bisa memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain tanpa memandang latar belakang mereka, dengan kompetensi keterampilan berelasi membuat saya mampu membangun dan mempertahankan hubungan-hubungan yang sehat dan suportif dengan murid atau rekan kerja, dengan keterampilan pengambilan keputusan yang bertanggungjawab membuat saya bisa mengambil dan membuat suatu keputusan dengan mempertimbangkan standar-standar etis dan rasa aman serta manfaatnya baik untuk diri saya sendiri dan untuk orang lain.

        Kaitan pembelajaran sosial dan emosional dengan modul sebelumnya yaitu dengan penerapan pembelajaran sosial emosional akan mengarah ke pembelajaran yang berpusat pada murid dengan memuntun murid sesuai kodratnya, dengan pembelajaran sosial emosional juga merupakan wujud implementasi nilai dan peran guru penggerak dalam mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid, mandiri, kolaboratif, inovatif, dan reflektif, dengan pembelajaran sosial emosional juga merupakan langkah dalam mewujudkan visi guru penggerak, dengan penerapan pembelajran sosial emosional mendukung terciptanya budaya positif serta dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi juga diperlukan keterampilan sosial emosional agar mampu memahami dan memenuhi kebutuhan murid.

        Sebelum mempelajari modul ini, saya berpikir bahwa pembelajaran hanya sebatas memberikan nasehat, motivasi dan bimbingan kepada murid sehingga murid bisa lebih semangat dalam belajar dan berperilaku yang baik. Setelah mempelajari modul ini, ternyata di dalam proses pembelajaran bisa membentuk keterampilan sosial emosional murid antara lain memiliki kesadaran diri agar bisa memahami diri sendiri dan orang lain, memiliki manajemen diri agar bisa mengelola emodi kea rah yang positif, memilki kesadaran sosial sehingga muncul rasa empati dan bisa berinteraksi dengan baik dengan orang lain, memiliki keterampilan berelasi agar dapat berkomunikasi secara efektif dengan orang lain serta dapat mengambil keputusan yang bertanggungjawab.

        Berkaitan dengan kebutuhan belajar dan lingkungan yang aman dan nyaman untuk memfasilitasi seluruh individu di sekolah agar dapat meningkatkan kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis (well-being),  3 hal mendasar dan penting yang saya pelajari adalah yang pertama menerapkan 5 kompetensi social emosional yang terdiri dari kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran social, keterampilan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggungjawab. Yang kedua menerapkan praktik kesadaran penuh (mindfulness) dengan menggunakan berbagai teknik. Yang ketiga menerapkan 4 indikator PSE yang terdiri dari pengajaran ekplisit, integrasi dalam praktek mengajar guru dan kurikulum akademik, penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah, dan penguatan KSE pendidik dan tenaga kependidikan di Sekolah.

        Perubahan yang akan saya terapkan di  kelas dan sekolah yaitu bagi murid-murid dengan menerapkan semua pembelajaran sosial emosional serta memberikan pengajaran ekplisit, melakukan integrasi dalam praktek mengajar dengan kurikulum akademik seperti melakukan pembukaan pembelajaran yang hangat, kegiatan inti yang melibatkan murid secara aktif, dan penutupan optimistik, menciptakan iklim kelas dan budaya sekolah yang positif. Bagi rekan sejawat yaitu menjadi teladan, belajar dan berkolaborasi dalam penerapan PSE.

 

Salam dan Bahagia

Salam Guru Penggerak

Tergerak, Bergerak, Menggerakkan


Rabu, 04 September 2024

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.1 PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

            Pembelajaran berdiferensiasi merupakan filosofi dan prinsip belajar mengajar dengan dengan usaha menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar murid. Pembelajaran berdiferensiasi adalah proses yang komprehensif dan fleksibel yang mencakup perencanaan, persiapan dan penyampaian pengajaran untuk mengakomodasi keragaman kebutuhan belajar murid di dalam kelas. Melalui pembelajaran berdiferensiasi, guru mempertimbangkan siapa yang mereka ajar, apa yang mereka ajarkan, di mana mereka mengajar, dan bagaimana mereka mengajar. Langkah-langkah pembelajaran berdiferensiasi yang pertama adalah menetapkan tujuan pembelajaran yang jelas, selanjutnya mengidentifikasi dan merespon kebutuhan belajar murid, kemudian, menciptakan ingkungan belajar positif yang mengundang murid untuk belajar, setelah itu manajemen kelas efektif dan asesmen berkelanjutan.

            Pertimbangan utama dalam menetapkan pembelajaran berdiferensiasi adalah sejauh mana diferensiasi yang dipilih dapat memenuhi kebutuhan murid dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Kebutuhan belajar murid terdiri dari kesiapan belajar murid (readiness), minat murid dan profil belajar murid (lingkungan belajar, budaya, gaya belajar dan kecerdasa majemuk). Murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Selain itu dengan pemberian tugas yang sesuai dengan kebutuhan belajar murid akan memicu keingintahuan dalam diri mereka (minat) dan akan membeuat mereka bisa bekerja sesuai dengan cara yang mereka sukai (profil belajar murid). Cara mengidentifikasi kebutuhan belajar murid yaitu dengan menggunakan berbagai asesmen awal dan asesmen formatif, mengidentifikasi pengetahuan awal, mereview dan melakukan refleksi terhadap raktik pengajaran, mengamati perilaku murid-murid, membaca rapor murid dari kelas mereka sebelumnya, berbicara dengan guru murid sebelumnya dan lain sebagainya.

            Strategi diferensiasi terdiri dari 3 yaitu diferensiasi konten, diferensiasi proses dan diferensiasi produk. Konten adalah apa yang akan diajarkan kepada murid sehingga dalam pembelajaran berdiferensiasi konten bisa dilakukan sesuai dengan kesiapan belajar murid dengan memberikan informasi yang dasar atau transformatif, melakukan pembelajaran secara abstrak atau konkret sesuai dengan kemampuan murid, selain itu diferensiasi konten bisa dilakukan dengan menyediakan berbagai macam teks narasi sesuai dengan minat murid dan menyediakan konten pembelajaran sesuai profil murid (visual atau auditori). Proses mengacu pada bagaimana murid akan memahami atau memaknai informasi atau materi yang dipelajari. Cara yang dilakukan dalam pembelajaran diferensiasi proses yaitu bisa dengan kegiatan berjenjang, menggunakan pertanyaan pemandu atau tantangan, membuat agenda individual, memvariasaikan lama waktu, mengembangkan kegiatan bervariasi dan melakukan pengelompokkan yang fleksibel. Produk adalah hasil pekerjaan atau unjuk kerja dari murid yang bisa berupa karangan/tulisan, hasil tes, pertunjukan, presentasi, pidato diagram dan lainnya. Produk harus mencerminkan pemahaman murid dan berhubungan dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Sebelum menentukan penugasan produk maka harus mempertimbangkan kebutuhan belajar murid terlebih dahulu. Diferensiasi produk meliputi meliputi 2 hal, yaitu: yang pertama meberikan tantangan dan keragaman/variasi, yang kedua yaitu memberikan murid pilihan bagaimana mereka dapat mengekspresikan pembelajaran yang diinginkan.

            Pembelajaran berdiferensiasi harus dibangun di atas learning community (komunitas belajar). Learning community adalah komunitas belajar yang semua anggotanya adalah pemelajar. Guru-guru akan memimpin murid untuk mengembangkan sikap-sikap dan praktik-praktik yang saling mendukung tumbuhnya lingkungan belajar. Karakteristik komunitas belajar yang dapat mendukung pembelajaran berdiferensiasi yaitu: setiap orang dalam kelas akan menyambut dan merasa disambut dengan baik, setiap orang di dalam kelas saling menghargai, murid akan merasa aman, ada harapan bagi pertumbuhan, guru mengajar untuk mencapai kesuksesan, ada keadilan dalam bentuk yang nyata, serta guru dan siswa berkolaborasi untuk pertumbuhan dan kesuksesan bersama. Pembelajaran berdiferensiasi yang efektif tidak dapat dipisahkan dari lingkungan belajar yang positif, kurikulum berkualitas tinggi, penilaian untuk menginformasikan pengambilan keputusan guru, dan manajemen kelas yang fleksibel. Jika salah satu dari unsur-unsur tersebut lemah, maka unsur-unsur yang lain juga akan berkurang.

            Praktik pembelajaran berdiferensiasi harus berakar pada asesmen. Asesmen formatif memungkinkan guru untuk mengenal murid dengan lebih baik, oleh karena itu, mereka dapat membuat keputusan terbaik demimenantang murid dengan tepat dan melibatkan murid dalam pembelajaran. Lewat proses asesmen guru akan menemukan kebutuhan belajar murid. Guru mengidentifikasi kebutuhan belajar murid dengan cara berkomunikasi dan membangun hubungan saling percaya dengan murid-murid untuk mengetahui perasaan, latar belakang, keinginan dan minat dari murid. Dengan informasi yang didapatkan akan digunakan oleh guru untuk merancang pembelajaran yang sesuai untuk murid dengan harapan murid akan merespon dengan baik pembelajaran yang telah dirancang.

            Kaitan modul pembelajaran berdifensiasi dengan modul filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara yaitu dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi maka guru bisa memenuhi kebutuhan belajar murid dengan melaksakan pembelajaran yang berpusat pada murid dan menuntun murid sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kaitan Modul pembelajaran berdiferensiasi dengan modul nilai dan peran guru penggerak yaitu dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi guru guru bisa memenuhi kebutuhan murid dengan cara melaksanakan pembelajaran yang  berpihak pada murid, selain itu guru harus bersikap reflektif agar, mandiri, kolaboratif dan inovatif untuk menciptakan pembelajaran yang memenuhi kebutuhan belajar murid. Dengan memenuhi kebutuhan belajar murid maka akan terwujud kepemimpinan murid. Kaitan modul pembelajaran berdiferensiasi dengan modul visi guru penggerak yaitu penerapan pembelajaran berdiferensiasi merupakan salah satu cara yang bisa mewujudkan visi yang berpihak pada murid. Kaitan modul pembelajaran berdiferensiasi dengan modul budaya positif yaitu dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi diperlukan lingkungan belajar yang positif dan nilai-nilai positif yang bisa dicapai melalui pembentukan dan pengimplementasian keyakinan kelas.

 

 

Salam Guru Penggerak

Salam dan Bahagia

Tergerak, Bergerak, Menggerakkan

 

 


Minggu, 18 Agustus 2024

Koneksi Antar Materi Modul 1.4 Budaya Positif

Bismillahirrahmanirrahim. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Saat ini saya sedang menjalani Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 11 Kabupaten Mamuju Tengah Provinsi Sulawesi Barat. Berikut ini tugas saya koneksi antar materi pada modul 1.4 Budaya Positif.

A.    Kesimpulan mengenai peran Anda dalam menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak,  serta Visi Guru Penggerak. 

        Untuk menumbuhkan karakter murid, mewujudkan pembelajaran yang menyenangkan dan pembelajaran yang berpusat pada murid maka salah satu hal yang perlu dilakukan adalah menciptakan budaya positif di kelas atau di sekolah. Budaya positif dapat dijalankan dengan menerapkan  konsep-konsep inti seperti disiplin positif dan nilai kebijakan universal, motivasi perilaku manusia (teori motivasi, hukuman dan penghargaan, restitusi), keyakinan kelas,  kebutuhan dasar manusia, 5 posisi kontrol, dan segitiga restitusi.

        Disiplin positif adalah bentuk kontrol diri yaitu belajar untuk mengontrol diri agar dapat mencapai suatu tujuan muia. Yang dimaksud dengan tujuan mulia disni adalah mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal. Nilai-nilai ini merupakan ‘payung besar’ dari sikap dan perilaku manusia, atau nilai-nilai ini merupakan fondasi dalam berperilaku. Nilai-nilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu. Tujuan mulia dari penerapan disiplin positif adalah agar terbentuk murid-murid yang berkarakter, berdisiplin, santun, jujur, peduli, bertanggung jawab, dan merupakan pemelajar sepanjang hayat sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang diharapkan.

        Motivasi perilaku manusia terdiri dari 3, yaitu: untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman, untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain dan untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Motivasi pertama dan kedua bersifat eksternal atau ektrinsik sedangkan motivasi ketiga bersifat internal atau intrinsik. Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga (untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya) pada murid-murid yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai. Salah satu cara menerapkan hal ini kepada murid yaitu dengan menghindari hukuman dan pemberian penghargaan yang berlebihan kepada murid agar meminimalisir motivasi eksternal dalam diri murid.

       Keyakinan kelas atau sekolah adalah suatu bentuk nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Keyakinan kelas/sekolah terdiri dari pernyataan-pernyataan nilai universal yang dibuat dalam bentuk kalimat  positif yang disepakati bersama oleh guru dan murid untuk menjadi pedoman dalam berperilaku dan dan berinteraksi di kelas/sekolah. Nilai-nilai Kebajikan menekankan pada keyakinan seseorang akan lebih memotivasi seseorang dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya. Selain sebagai upaya dalam membangun budaya positif, dengan adanya sebuah keyakinan kelas maka diharapkan mampu mewujudkan tujuan dari pendidikan yaitu dalam pembentukan karakter Profil Pelajar Pancasila pada murid.

        Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Konsep 5 kebutuhan dasar manusia tidak hanya berlaku bagi anak-anak atau murid-murid, namun juga bagi manusia dewasa, dalam setting sekolah adalah para tenaga pendidik dan kependidikan. Glasser menyatakan bahwa kapasitas untuk berubah ada di dalam diri kita. Jika kita dapat mengidentifikasi kebutuhan apa yang mendorong perilaku kita, maka perubahan perilaku positif dapat dimulai dengan mencari solusi untuk memenuhi kebutuhan tertentu dengan cara yang positif.

        Posisi kontrol guru terdiri dari 5 posisi kontrol, yaitu: Penghukum, pembuat rasa bersalah, teman, pemantau dan manajer. Posisi Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila menginginkan murid-murid menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang tetapi membimbing murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat.

        Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996). Langkah-langkah segitiga restitusi, yaitu: menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah dan menanyakan keyakinan. Tujuan dari penerapan segitiga restitusi untuk menghasilkan murid yang mandiri dan bertanggungjawab.

        Adapun keterkaitannya modul ini dengan materi sebelumnya yaitu Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Peran Guru Penggerak,  serta Visi Guru Penggerak yaitu: dengan menjalankan budaya positif di kelas/sekolah maka akan mempermudah dalam mewujudkan pendidikan yang berpihak pada murid yang sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara. Budaya positif dapat terwujud jika seorang guru memiliki 5 nilai guru penggerak yaitu, berpihak pada murid, mandiri, reflektif, kolaboratif dan inovatif. Budaya positif dapat terwujud dengan mendorong kolaborasi diantara semua warga sekolah dengan adanya keyakinan kelas/sekolah yang disepakati bersama dan dijalankan bersama. Budaya positif dapat terwujud dengan sejalan dengan visi yang telah ditetapakan yang mengacu pada profil pelajar pancasila. Dalam rangka menciptakan lingkungan yang positif maka setiap warga sekolah dan pemangku kepentingan perlu saling mendukung, menghayati, dan menerapkan nilai-nilai kebajikan yang telah disepakati bersama. Untuk dapat menerapkan tujuan mulia tersebut, maka seorang pemimpin pembelajaran perlu berjiwa kepemimpinan sehingga dapat mengembangkan sekolah dengan baik agar terwujud suatu budaya sekolah yang positif sesuai dengan standar kompetensi pengelolaan yang telah ditetapkan Peran saya dalam menciptakan budaya positif yaitu dengan berloraborasi bersama murid dalam membuat keyakinan kelas, selain itu memberikan pemahaman kepada murid tentang karakter profil pelajar pacasila dan berkolaborasi dengan kepala sekolah dan rekan guru dalam menciptakan budaya positif di sekolah.

 

B.     Refleksi dari pemahaman atas keseluruhan materi Modul Budaya Positif

1.        Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol,  teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?

Setelah mempelajari modul 1.4 tentang budaya positif, saya mendapatkan banyak pembelajaran dan bisa memahami tentang disiplin positif, teori kontrol,  teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Setelah saya mempelajari modul ini saya bisa menerapkannya kedepan dan saya bisa mningkatkan hal yang masih kurang selama ini saya lakukan.

2.        Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?

Setelah mempelajari modul ini terjadi perubahan pada cara berpikir saya dalam hal menerapkan keyakinan kelas yang seharusnya dibentuk bersama murid serta dalam posisi kontrol seorang guru yang seharusnya adalah sebagai seotrang manager serta dalam menangani masalah murid seharusnya menerapkan segitiga restitusi.

3.        Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?

Pengalaman yang saya alami selama menerapkan konsep budaya positif yaitu dalam pengimplementasian keyakinan kelas, saya melihat respon murid sangat positif dengan keyakinan kelas yang telah terbentuk dan mereka saling mengingatkan sesama teman tentang keyakinan kelas ketika ada teman yang melanggarnya. Selain itu, dalam menerapkan segitiga restitusi merupakan hal yang menarik karena pada kegiatan ini murid dilatih untuk mempertanggungjawabkan dan bisa mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi.

4.        Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?

Perasaan saat sangat senang karena dengan penerapan keyakinan kelas tersebut membuat murid lebih berkarakter serta bisa termotivasi secara intrisik dalam menerapkan keyakinan tersebut. Dari hal tersebut membuat saya semakin termotivasi dalam menciptakan dan menerapkan budaya positif di sekolah dan berbagi kepada rekan guru dalam penerapan dan pengalaman yang telah saya alami.

5.        Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?

Hal baik yang terjadi selama penerapan konsep ini yaitu sudah mulai muncul motivasi dalam diri murid dalam menjalankan keyakinan kelas dan kedepannya perlu dilakukan evaluasi dan refleksi secara berkelanjutan terkait dengan penerapan budaya positif tersebut. Serta saya akan terus belajar terutama dalam hal menjalankan posisi kontrol sebagai manager dalam berhadapan dengan murid.

6.        Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini,  posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya? 

Sebelum mempelajari modul ini saya biasa menggunakan posisi kontrol sebagai pembuat rasa bersalah dan penghukum sehingga perasaan saya juga biasa merasa sedih setelah memberikan hukuman kepada murid. Setelah mempelajari modul ini saya menggunakan posisi kontrol sebagai manager dan sekarang perasaan saya jauh lebih tenang karena membuat murid bisa mencari jalan keluar dari masalah yang telah dialami.

7.        Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?

Sebelum mempelajari modul ini saya biasa menerapkan segitiga restitusi tetapi hanya pada tahap validasi tindakan yang salah, contohnya ketika ada siswa yang datang terlambat saya menanyakan alasannya setelah itu saya langsung memberitahu untuk tidak mengulangi lagi dan memberikan hukuman kepada murid yang datang terlambat.

8.        Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?

Perlu menanamkan motivasi kepada murid  agar budaya positif bisa diterapkan juga di rumah agar menjadi kebiasaan positif bagi mereka di lingkungan manapun mereka berada.



Rancangan Aksi Nyata

Rancangan Aksi Nyata




Salam Guru Penggerak

Salam dan Bahagia

Tergerak, Bergerak, Menggerakkan